Usia Megawati Saat Ini
Indonesiabaik.id - Hingga saat ini sudah ada 7 daftar nama pemimpin/mantan pemimpin Indonesia, berikut keterangan mengenai usia pelantikan dan masa jabatan mereka. Berdasarkan undang-undang, usia minimal calon presiden di Indonesia adalah 40 tahun.
Presiden Abdurrahman Wahid
Presiden keempat Indonesia adalah Abdurrahman Wahid atau dipanggil Gus Dur, ia lahir pada 4 Agustus 1940, lalu dilantik jadi presiden ke-4 pada tahun 1999 saat berusia 59 tahun.
Presiden Megawati Soekarnoputri
Ibu Megawati jadi satu-satunya presiden wanita kita, lahir pada 23 Januari 1947, beliau adalah presiden ke 5 yang dilantik pada tahun 2001 saat usianya 54 tahun.
Bagaimana dengan Wakil Presiden?
Dari laman resmi Wakil Presiden RI, jumlah wakil presiden (wapres) di Tanah Air mencapai 13 orang sepanjang 1945-2019.
Berdasarkan usianya, Wakil Presiden Mohammad Hatta menjadi yang termuda, yakni berusia 43 tahun saat dilantik. Ia mendampingi Soekarno yang menjadi presiden pada usia 44 tahun saat dilantik atau pertama kali Indonesia merdeka.
Kedua termuda adalah Megawati Soekarnoputri yang dilantik menjadi wapres saat berusia 52 tahun. Ia mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid yang saat itu berusia 59 tahun.
Ketiga termuda, yakni Try Sutristo dengan usia 58 tahun di tahun pelantikannya. Ia mendampingi Presiden Soeharto. Keempat ada Umar Wirahadikusumah yang berusia 59 tahun di tahun pelantikannya, yang juga mendampingi Presiden Soeharto.
Di luar empat teratas ini,wapres tertua saat dilantik adalah Maruf Amin yang berusia 76 tahun. Maruf mendampingi Joko Widodo di periode kedua kepemimpinannya pada 2019.
DEMOCRAZY.ID - Setelah Presiden ke 4 Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lengser pada 23 Juli 2001, Megawati Soekarnoputri pun dilantik untuk menggantikannya.
Salah satu kebijakan ekonomi Megawati Soekarnoputri yang dinilai berani adalah mengakhiri program reformasi kerjasama dengan IMF pada Desember 2003.
"Lalu dilanjutkan dengan privatisasi perusahaan negara dan investasi bank guna menutup defisit anggaran negara," bunyi narator video di kanal Youtube Pojok History, dikutip pada Selasa 9 Januari 2024.
Setelah mengakhiri kerjasama dengan IMF, Megawati menerbitkan instruksi presiden nomor 5 tahun 2003, tentang paket kebijakan ekonomi sesudah berakhirnya progrm IMF dan menjaga stabilitas ekonomi makro.
Ada beberapa poin penting dalam kebijakan tersebut. Di sektor fiskal misalnya, ditandai dengan reformasi kebijakan perpajakan, efisiensi belanja negara dan privatisasi BUMN.
"Di sektor keuangan dilakukan perancangan jaring pengamanan sektor keuangan. Investasi bank-bank di BPPN, memperkuat struktur governance bank negara, dan restrukturisasi sektor pasar modal, asuransi dan dana pensiun. Lalu di sektor investasi dilakukan peninjauan daftar negatif investasi. Menyederhanakan perizinan, restrukturisasi sektor telekomunikasi dan energi, serta pemberantasan korupsi," ujarnya.
Dampaknya dinilai cukup baik, kurs rupiah yang semula Rp9.800 pada tahun 2001, menjadi Rp9.100 di tahun 2004. Tingkat inflasi juga menurun dari 13,1 persen menjadi 6,5 persen.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi naik 2 persen, begitupun poin IHSG dari 459 di tahun 2001, menjadi 852 pada tahun 2004.
Meskipun begitu, era kepemimpinan sejak tahun 2001 menuai banyak polemik. Salah satunya terkait daftar aset negara yang dijual saat era kepemimpinan perempuan pertama yang menjadi Presiden Indonesia tersebut.
"Kontroversi Megawati ternyata sudah dimulai sejak dia menjabat sebagai Presiden Indonesia. Ada dua dosa masa lalu yang melemahkan posisi Megawati sebagai presiden maupun kader politik," ujarnya.
Adapun 2 dosa tersebut adalah daftar aset negara yang dijual saat era Megawati, yakni Indosat dan hak eksplorasi ladang gas.
Di masa kepimpinannya, Megawati memperoleh kritik karena telah melakukan penjualan terhadap Indosat yang saat itu berstatus sebagai BUMN.
"Diisventasi saham dimenangkan oleh perusahaan asal Singapura, Singapura teknologi telemedia PT LTD, yang sahamnya dikuasai oleh pemerintah Singapura lewat Temasek," bunyi narator video tersebut.
Padahal saat itu Indosat tergolong BUMN yang menguntungkan. Saat dijual pada tahun 2002, ST Telemedia merogoh kocek Rp5,6 triliun untuk membeli 41,94 persen saham.
5 tahun kemudian, justru ST Telemedia yang memperoleh keuntungan berlipat setelah menjual seluruh saham Indosat yang dibeli dari Indonesia kepada Qatar Telecom QSC.
Sontak, kabar ini pun membuat publik naik pitam. Saat itu, Qatar Telecom QSC, merogoh kocek sebesar Rp16,7 triliun untuk membeli saham Indosat dari ST Telemedia.
"Setelah akuisisi saham ini, Indosat berubah nama menjadi PT Indosat Ooredo," ujarnya.
Megawati juga pernah tercatat pernah menjual hak eksplorasi ladang gas dengan harga yang murah.
Para ekonom menilai, bahwa keputusan Megawati itu membuat negara merugi. Meski dikecam banyak pihak, kubu Megawati menyebut jika keputusan itu sudah benar.
Pasalnya, dulu harga gas belum setinggi hari ini. Kondisinya justru berkebalikan dengan mengingat saat itu harga gas dan minyak mobil di dunia sedang turun. Salah satu gas yang dijual murah Megawati adalah gas dari lapangan tangguh Papua ke China.
Beberapa waktu lalu Megawati mengklarifikasi bahwa saat itu kondisi ekonomi Indonesia sedang mengalami krisis.
Sementara pasokan minyak internasional masih melimpah, sehingga tidak ada satupun negara yang berniat membeli gas dari Indonesia.
"Itulan alasan Megawati menjual ladang gas itu ke China," pungkasnya.
BOGOR, KOMPAS.com — Bakal calon presiden Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Joko Widodo, menilai tidak tepat kritik berbagai pihak terhadap Megawati Soekarnoputri terkait penjualan aset negara. Menurut Jokowi, pengkritik itu menggunakan tolok ukur keadaan saat ini, bukan situasi saat Megawati menjabat sebagai Presiden RI 2001-2004.
Jokowi menuturkan, saat itu Indonesia sedang mengalami kesulitan karena belum pulih dari krisis ekonomi pada 1998. Akibatnya, Megawati terpaksa menjual beberapa aset milik negara.
"Konteks saat itu memang ada APBN yang harus ditutup. Jadi, jangan lihat saat sekarang. Kalau kesulitan seperti itu, kan terus mencari jalan keluar," kata Jokowi di sela-sela kampanye blusukan di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (29/3/2014) pagi.
Jokowi menilai apa yang dialami oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan itu adalah suatu risiko menjadi seorang pemimpin. Pemimpin, kata Jokowi, pasti akan dihadapkan oleh pilihan-pilihan. "Terkadang dia dihadapkan dengan pilihan yang sulit dan itu harus dipilih," ujarnya.
Jokowi juga menampik anggapan bahwa dirinya akan mengikuti langkah Megawati untuk menjual aset negara jika terpilih sebagai presiden mendatang. Dalam keadaan ekonomi seperti sekarang, Jokowi ingin membeli kembali aset-aset negara yang telah dijual tersebut.
"Kan dilihat juga dari manajemen APBN, kalau ada yang normal dan longgar untuk pembelian kembali, kenapa ndak dilakukan," kata Jokowi.
Sejak Jokowi dideklarasikan sebagai capres, berbagai kritik memang sering dilontarkan terhadap dirinya dan PDI-P. Kritik mengenai penjualan aset negara sendiri sebelumnya dilontarkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah.
Dr.(H.C.) Hj. Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau lebih dikenal dengan nama Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan anak dari presiden Indonesia pertama, Soekarno, yang kemudian mengikuti jejak ayahnya menjadi Presiden Indonesia.
Megawati adalah anak kedua Presiden Soekarno yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ibunda Megawati, Fatmawati[1], adalah seorang gadis kelahiran Bengkulu di mana Soekarno dahulu pernah diasingkan pada masa penjajahan Belanda. Ia dilahirkan pada masa Agresi Militer Belanda. Pada waktu Soekarno diasingkan ke pulau Bangka, Fatmawati melahirkan seorang bayi yang dinamai Megawati Soekarno Putri, pada tanggal 23 Januari 1947 di kampung Ledok Ratmakan, tepi barat Kali Code.
Jejak politik sang ayah berpengaruh kuat pada diri Megawati Soekarnoputri. Karena sejak mahasiswa, saat kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran, ia pun selalu aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Tahun 1986 ia mulai masuk ke dunia politik, sebagai wakil ketua PDI Cabang Jakarta Pusat. Karier politiknya terbilang melesat. Mega hanya butuh waktu satu tahun menjadi anggota DPR RI.
Dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.
Pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor dan perlengkapannya pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.
Ancaman Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli. Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.
Pemilu 1999, PDI Mega yang berubah nama menjadi PDI Perjuangan berhasil memenangkan pemilu. Meski bukan menang telak, tetapi ia berhasil meraih lebih dari tiga puluh persen suara. Massa pendukungnya, memaksa supaya Mega menjadi presiden. Mereka mengancam, kalau Mega tidak jadi presiden akan terjadi revolusi.
Namun alur yang berkembang dalam Sidang Umum 1999 mengatakan lain, dan memilih KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden. Ia kalah tipis dalam voting pemilihan presiden adalah 373 banding 313 suara.
Namun, waktu juga yang berpihak kepada Megawati Sukarnoputri. Ia tidak harus menunggu lima tahun untuk menggantikan posisi Presiden Abdurrahman Wahid, setelah Sidang Umum 1999 menggagalkannya menjadi Presiden. Sidang Istimewa MPR, Senin (23/7/2001), telah menaikkan statusnya menjadi Presiden, setelah Presiden Abdurrahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR RI.
Pada 2004, masa pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, dalam masa pemerintahannyalah, pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia. Ia mengalami kekalahan (40% - 60%) dalam pemilihan umum presiden 2004 tersebut dan harus menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang Yudhoyono mantan Menteri Koordinator pada masa pemerintahannya.
Sepuluh tahun kemudian, Megawati dan PDI-P menunjuk Joko Widodo untuk maju dalam Pemilihan umum Presiden Indonesia 2014. Akhirnya melalui proses pemilu yang cukup panjang, Joko Widodo dan Jusuf Kalla terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2014 - 2019. Pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDI-P, Semarang, Jawa Tengah, 20 September 2014, Megawati ditunjuk kembali untuk menjadi Ketua Umum PDI-P periode 2015-2020.
Megawati Sukarnoputri (born January 23, 1947, Jakarta, Indonesia) is an Indonesian politician who was the fifth president of Indonesia (2001–04) and the first woman to hold the post.
The daughter of Sukarno, the first president of Indonesia, Megawati studied psychology and agriculture in college but did not take a degree. In 1987 she entered politics and was elected to the People’s Consultative Assembly (national parliament), becoming head of the Indonesian Democratic Party (Partai Demokrasi Indonesia; PDI) in 1993. She grew to be a threat to Indonesian president Suharto (who had replaced Sukarno in 1967), and in June 1996 the government engineered her removal as head of the PDI, thereby disqualifying her from running for president in the 1998 elections. Protests by her supporters in Jakarta in July prompted a government crackdown that spawned the worst riots and fires in the capital city in more than 20 years. Megawati was barred from running in the 1996 parliamentary elections.
In October 1998, after Suharto had resigned from office (May), Megawati and her supporters formed the left-of-center Indonesian Democratic Party for Struggle (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; PDI-P), and in the June 1999 parliamentary elections PDI-P took 34 percent of the vote, the best showing of any party. When Bacharuddin Jusuf (“B.J.”) Habibie, the unpopular interim president who had succeeded Suharto, withdrew, it was widely thought that the People’s Consultative Assembly would elect Megawati president. However, on October 20, the assembly chose Abdurrahman Wahid of the National Awakening Party, unleashing widespread protests by Megawati’s supporters; the next day she was chosen the country’s vice president. Faced with growing criticism of his administration, Wahid in 2000 handed over much of the day-to-day operations to Megawati, but his difficulties continued. On July 23, 2001, the People’s Consultative Assembly removed Wahid from office and named Megawati president, and she was sworn in later that day.
As president, Megawati faced a number of problems, including a failing economy, a separatist movement in the province of Aceh, and terrorist attacks. In October 2002 more than 200 people were killed and some 300 injured when a car bomb exploded outside a Bali nightclub; the attack was attributed to an Islamic militant group. Later that year she oversaw the signing of a cease-fire with Aceh separatists, but the fighting soon resumed, and in 2003 the government launched a major military offensive against the rebels. More bombings followed, including an attack on the Indonesian parliament. Megawati’s government was also beset by charges of corruption and was criticized for its inability to lower the country’s high unemployment rate. Megawati and Susilo Bambang Yudhoyono (her former security minister) prevailed in the first round of the 2004 presidential election, but he easily won a subsequent runoff vote and succeeded her in October. In July 2009 Megawati again ran for president, but she once more was defeated by Yudhoyono.
Presiden B.J. Habibie
Bacharuddin Jusuf Habibie atau Pak BJ Habibie adalah presiden ketiga Indonesia yang lahir pada 25 Juni 1936, saat dilantik ia berusia 61 tahun pada tahun 1998.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden RI ke-6 adalah Pak Susilo Bambang Yudhoyono atau yang akrab disapa presiden SBY, lahir 9 September 1949. Beliau dilantik jadi presiden saat usia 55 tahun.
Presiden Joko Widodo adalah presiden ke - 7 hingga saat ini, pak Jokowi lahir pada 21 Juni 1961, dia dilantik pada tahun 2014 saat usianya 53 tahun.
Daftar Usia Presiden RI dari Masa ke Masa saat Dilantik
Berikut adalah daftar usia Presiden Republik Indonesia (RI) dari masa ke masa saat mereka dilantik. Usia yang tercantum adalah usia pada saat mereka dilantik sebagai Presiden.
Presiden Soekarno atau yang biasa dipanggil Bung Karno lahir pada 6 Juni 1901, Bung Karno dilantik jadi presiden pertama pada tahun 1945, saat berusia 44 tahun.
Presiden Soeharto adalah presiden kedua Indonesia, pak Soeharto lahir pada 8 Juni 1921, ia dilantik pada tahun 1966 saat berusia 45 tahun.